Jumat, 12 Agustus 2011

SAMA, kiSAh Motor Apes?..

Adalah di suatu siang nan cerah, pun tidak panas sepasang suami istri terlihat anteng di atas sebuah sepeda motor berbahan bakar bersubdi. Mereka berdua tengah dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya si istri yang jaraknya sejam dari rumah mereka jika ditempuh motor. Mulanya sih lancar-lancar saja di jalan, tanpa hambatan ataupun halangan. Tapi siapa dinyana dua kali ban motor yang mereka tumpangi kempes-pes dengan waktu yang berdekatan, cuma berselang sepuluh menit. Tentu saja dengan ban yang bocor, motor tak akan jalan apalagi ditumpangi berdua. Dua kali ban belakang motor itu bocor terhujam paku tajam. Akhirnya dua kali mendorong motor dan mencari tukang tambal ban lah yang dilakoni kedua insan satu atap itu. Sang suami menuntun pegang kemudi, sedang si istri berada di belakang motor ikut mendorong.

Berkeringat, kaki pegal dan tubuh lelah tentu saja dirasakan keduanya. Tapi toh mereka harus terus mendorong motor mencari tukang tambal ban untuk menambal atau bisa jadi mengganti ban bocor itu. Agar mereka cepat sampai ke tujuan. Tidak terbayang, beratus meter bahkan mungkin kiloan meter mereka tempuh mendorong motor demi menemukan tukang tambal ban, apalagi perlu tenaga berlipat ganda bila jalan menanjak dan kadang berhenti, berhati-hati dengan kendaraan lain yang cepat melaju berpapasan atau mendahului mereka. Indah nian, mereka begitu bersabar dalam 'menikmati' peristiwa kebocoran itu. Begitulah, bocor yang pertama, ban cuma ditambal, sebuah paku kecil namun tajam ditemukan menancap gagah. Setelah ban ditambal dan motor kembali melaju di jalan, sepuluh menit kemudian tiba-tiba motor oleng. Ban belakang kempes lagi dan mereka berdua dengan jelas melihat sebuah paku seukuran batang korek api terlihat 'anggun' menghujam ban karet itu. Ban pun harus diganti, tidak bisa ditambal karena ban bukan sekedar berlubang namun juga robek. Kasihan, apes sekali mereka. Apes? Tidak apeslah, semua toh ada hikmahnya. Ya, pelajaran bisa didapat dari balik semua kejadian di muka bumi ini.

Saudaraku, suami dan istri adalah sama sebagai manusia, dan keduanya laksana dua roda dalam satu kendaraan. Tanpa memandang mana yang di depan dan mana yang di belakang. Keduanya adalah sama. Namun, memiliki peran masing-masing. Jika satu roda tak berfungsi maka roda yang satunya akan terganggu. Kedua roda itu saling membutuhkan karenanya harus benar-benar kokoh. Kendaraan tidak akan bisa berjalan jika kedua rodanya tidak teguh untuk saling menopang. Kita bisa menempatkan sang suami sebagai roda depan, dan dia berhak menempati posisi ini. Karena, memang secara fisik laki-laki lebih kuat, sebagai pencari nafkah, serta penyokong utama keluarga. Tetapi sungguh tidak elok jika kedua kondisi tersebut membuat sang suami superior terhadap istri. Karena tanpa ada semangat dari istri bisakah si suami kuat mencari nafkah dan menyokong keluarga? Tanpa tangan lembut dari perempuan luar biasa pendamping hidupnya bisakah sang suami menjalani hidup ini sendirian dengan segala permasalahannya?

Seperti kisah di atas, mana mungkin motor bisa berjalan dengan nyaman bila roda belakang kempes meskipun roda depannya kuat. Apalagi jika suami tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai suami; seperti sang istri lebih dari dirinya atau suami tidak bisa menjaga keluarga karena beberapa sebab tertentu. Maka, sebagai suami ia tidak berhak mengklaim lebih super dari sang istri. Apapun itu, suami istri dengan perannya masing-masing, keduanya sepatutnya harus sama-sama saling melengkapi, menguatkan dan menopang bangunan sebuah keluarga. Demikianlah saudaraku, salam..

1 komentar: